web site hit counter
Stories

The Seer Of Possibilities – Creepypasta

Berbagai Kemungkinan Sang Peramal

The Seer Of Possibilities

(Berbagai Kemungkinan Sang Peramal)
Written by : Thomas O
Source : Creepypasta.com

Daftar Isi

The Seer of Possibilities adalah sebuah cerita yang mengisahkan tentang Jack yg dihubungi oleh mahluk lain melalui layar komputernya. mahluk tsb memberikan sebuah tawaran tugas untuk Jack dengan sebuah iming-iming imbalan nasib baik apabila Jack mau bekerjasama dengannya hingga Jack tergiur dan melaksanakan tugas2 yg diberikan oleh mahluk yg disebut Sang Peramal itu.

Bagian I

Terkadang, mahluk yang bukan dari dunia ini punya cara menarik untuk mencoba berhubungan dengan kita. Mereka bisa menggunakan Papan Ouija, hadir dalam mimpi, atau kadang mereka berbicara lewat orang lain. Masing-masing punya cara sendiri sesuai dengan yang mereka anggap paling efektif. Mahluk ini, yang berhubungan dengan Jack, berkomunikasi lewat komputernya, atau boleh dikatakan bahwa komunikasi ini lewat teks yang muncul dalam layar. Pertama kali hal ini terjadi, Jack sedang duduk menghadap komputer, bermain Solitaire. Lampu merah dari router berkedip menandakan koneksi internet bermasalah lagi. Hal tersebut nyaris merupakan kejadian wajib mingguan, dan Jack nyaris terbiasa dengan masalah internet itu. Saat sedang memindahkan kartu-kartu, layar berubah menjadi hitam sepenuhnya dan teks berwarna merah muncul kemudian.

“Hai Jack, aku butuh bantuanmu. Kau orang spesial -yang aku tahu- akan membantuku. Aku tidak bisa mengajukan hal ini ke sembarang orang. Aku benar-benar butuh bantuanmu.”

Jack terdiam beberapa saat. Lampu router masih terus berkedip.

“Kejahilan model baru?” pikirnya penasaran bercampur bingung.

Beberapa saat kemudian, pesan itu berlanjut, “ya Jack, aku tahu hal ini aneh. Tapi aku tak ingin kau khawatir. Hanya pertolongan kecil dan sangat gampang. Aku bisa yakinkan kau akan mendapat upah.”

Dengan rasa panik yang tak bisa dibendung, Jack menyambar dan menarik kabel internet seluruhnya dari dinding.

“Aku masih di sini, Jack. Aku tak ingin membuang waktumu lebih banyak, jadi aku akan langsung mengatakan apa yang kubutuhkan. Besok, saat kau pergi ke kantor, aku ingin kau menggeser pot besar di dekat lift. Kau hanya perlu menggesernya sejauh tiga inchi saja dari dinding. Jika kau melakukannya tepat pada pukul 8.17 pagi, tidak ada satu orang pun yang akan memergoki.”

Jack hanya bisa duduk, menolak untuk merespon, masih berusaha mencerna apa yang sebenaranya tengah terjadi.

Tulisan itu berlanjut, “begini Jack, aku minta bantuanmu sebab aku TAHU benar kau akan melakukannya. Kau tak akan mengecewakanku. Kau orang yang spesial. Kita akan berbincang lagi besok.”

Jack memutus sumber daya sepenuhnya dan komputernya mati.

“Yang barusan benar-benar terjadi, kan?” pikirnya.

Masih gemetar oleh peristiwa sebelumnya, dia mandi air hangat dan beranjak tidur setelahnya. Apapun itu, dia mencoba meyakinkan diri bahwa hal tersebut hanyalah mimpi konyol atau semacam guyonan tak lucu yang dilancarkan orang kurang kerjaan. Namun siapa yang mau membuang waktunya demi dia? Jack tidak punya teman, atau musuh.

Dia bangun keesokan pagi dan merasa sangat segar. Rutinitas kantor dimulai pukul 8:30 dan Jack tak pernah terlambat. Dia sampai di tempat parkir pukul 8:10. Normalnya dia akan langsung masuk, namun pesan itu mengatakan agar dia harus menggeser pot pada pukul 8:17. Apakah dia akan melakukannya? Semalaman, rasa takut Jack berubah menjadi keingintahuan. Jika dia menggeser pot itu, dia tidak melakukan hal salah atau illegal, bukan? Dalam pikiran Jack, satu-satunya aksi yang bisa ia lakukan untuk mengobati rasa penasarannya adalah dengan menggeser pot itu. dia akan melakukannya, tak ada apapun yang akan terjadi, dan dia akan melupakan segala kesintingan itu setelahnya. Satu menit sebelum pukul 8:17 Jack meninggalkan mobil dan berjalan menuju gedung kantornya. Dia sampai pada serambi tepat di saat yang telah ditentukan. Pesan itu benar, tidak ada seorang pun yang ada di tempat itu.

“Aneh,” pikir jack. Biasanya gedung akan terlihat ramai dengan kesibukan masing-masing penghuninya pada jam seperti itu, namun kali ini gedung sangat lengang dan benar-benar tepat sesuai prediksi.

“Baiklah! Kita lihat apa yang bakal terjadi,” gumamnya.

Dia berjalan menuju pot tanaman besar yang diletakkan di antara dua lift di lobi gedung berlantai sepuluh itu. Tanaman tersebut nampak bukan asli, orang-orang melewatinya tiap hari dengan abai. Pot itu ternyata jauh lebih berat dari perkiraan Jack. Cukup banyak tenaga yang ia keluarkan untuk mendorong pot itu sejauh tiga inchi yang bisa ia perkirakan. Dia kembali berdiri dan menatap pot tanaman itu, dan mengedarkan pandangan ke seluruh lobi. Orang-orang mulai berdatangan dan lobi mulai terasa penuh kembali. Tak satu orang pun yang nampaknya memperhatikan bahwa pot telah sedikit berubah tempat, semuanya nampak tak ada perbedaan sama sekali. Jack tidak naik lift berikutnya dan menunggu, menunggu demi … sesuatu. Namun tak ada apapun yang terjadi. Akhirnya Jack masuk lift dan sampai pada lantai tujuh -menuju kubus kerjanya- tepat waktu seperti biasa.

Jika bertanya pada rekan kerja Jack untuk menggambarkan seperti apa pria ini, kita akan mendengar kata-kata seperti sopan, pendiam, patuh, dan kompeten. Saat semua kata tersebut memang tak terbantah, mereka akan mengungkapkan kenyataan dengan cara samar yang tak langsung, kenyataan bahwa Jack tidak suka kepada kebanyakan orang. Bukan berarti bahwa Jack membenci mereka, hanya saja dia menaruh sedikit ketertarikan untuk mengenal mereka lebih dalam atau menjadikan mereka sahabat. Kecuali satu orang. Allie, gadis yang duduk dua kubus jauhnya dari dirinya berada, adalah satu-satunya orang yang ingin Jack kenal lebih dalam.

Dengan senyum lebar, rambut pirang keemasan, dan sosoknya yang menggoda, menjadikannya sosok yang sangat ingin Jack kenal. Dibandingkan dengan kemalangan bertubi yang ia rasakan dengan wanita di masa lalu, sebenarnya Jack sudah cukup bagus dalam melakukan tahap pendekatan. Tiap pagi saat Jack melewati kubus gadis itu, dia akan berhenti untuk berbincang. Awalnya hanya obrolan satu menit, kemudian dua menit, hingga sampai pada beberapa menit. Jack cukup terkejut juga saat gadis itu nampak menyukainya.

Pada pagi yang khusus ini, obrolan harian mereka hanya berlangsung beberapa menit. Saat mereka bertukar salam dan membicarakan malam seru Allie, pintu lift membuka. Dari baliknya keluarlah James Bentley, bos dari keduanya.

Erangan keras James nyaris terdengar ke seluruh penjuru kantor, “Kakiku! Sungguh sial!”

“Kenapa, James?” komat-kamit bernada simpati –banyak juga yang menjilat- terdengar seperti bersahutan.

“Pot tanaman sial di lobi itu! Kakiku terbentur dan terkilir.”

“James, kau nyaris tak bisa berjalan. Kau perlu ke rumah sakit,” Allie menimpali dengan nada khawatir.

“Tidak bisa sekarang. Ada banyak rapat hari ini. Terlalu penting untuk dibatalkan. Aku akan menahannya.”

Jack, yang seperti baru melihat mukjizat, meinggalkan Allie dan menghempaskan tubuhnya di kursi. Itu adalah salahnya, dia yakin sekali. Bagaimana dia bisa begitu bodoh dan ceroboh? Tetap tak ada gunanya mempermasalahkan hal itu. Kaki terkilir akan sembuh, semuanya akan baik-baik saja.

Begitu sampai rumah, Jack segera menuju komputer dan menyalakannya. Begitu menyala, layar berubah hitam dan pesan baru muncul.

“Bagaimana harimu, Jack?”

Dia duduk, mata terpaku pada layar, tanpa tahu harus menjawab apa dan bagaimana. Pesan di layar berlanjut,
“Sebenarnya, aku tahu betul seperti apa harimu, namun aku tak mau dianggap tidak sopan. Kau bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Kau ingin tahu kenapa James Bentley harus terkilir kakinya. Baiklah Jack, rantai peristiwa ini masih belum usai. Aku tak ingin mengatakan terlalu banyak detail padamu dengan terburu, namun akan lebih mudah dipahami dengan cara sederhana. Pergi bekerjalah besok seperti biasanya. Tak usah khawatir dengan sesuatunya, Jack. Kau akan mendapat hadiah. Kau spesial. Besok kita bicara lagi.”

Dia bersandar pada kursi. Apa yang sebenarnya terjadi? siapa yang mengiriminya pesan? Keingintahuan Jack benar-benar memuncak, dia nyaris girang untuk bisa melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.

Keesokan paginya di kantor, segalanya berjalan seperti layaknya hari-hari yang normal. Jack melihat pot itu sudah kembali ke tempatnya semula. James Bentley muncul sebentar setelah makan siang dengan terpincang-pincang.

“Kaki ini benar-benar menyusahkan.” Keluhan James bisa Jack dengar, namun nampaknya James masih harus menghadiri rapat yang tak ingin ia lewatkan. Sampai sekitar pukul tiga hingga Jack melihatnya lagi. James, yang kerap lebih menyukai Allie untuk dimintai tolong, mendatangi meja gadis itu dengan susah payah.

“Allie, kau tidak ada kerjaan sekarang, kan?”

“Umm … tidak. Tidak ada yang genting rasanya.”

“Bagus. Bisa kau antarkan aku untuk ke dokter? Sejak kemarin seharusnya aku pergi, namun benar-benar tidak bisa. Kakiku sakit sekali, aku tak bisa menyetir sendiri. Pagi tadi saja mesti susah payah dan kurasa aku tak mampu menginjak pedal gas sekarang. Kita bisa pakai mobilku kalau kau mau.”

“Tak masalah, James. Akan kuantar.” Gadis itu menoleh ke arah Jack, “sampai ketemu besok, Jackie.” Dia mengenakan mantel dan berjalan mengikuti James yang sedang berjuang menyusuri lorong. Dengan setengah berputar, Allie menghadap ke arah Jack dan mengangkat bahu. Senyuman manis seperti menjadi salam perpisahan saat gadis memesona itu melenggang. Jack merasa lebih kesepian dan hampa saat Allie pergi.

Sepuluh menit kemudian mereka mendengar suara benturan sangat keras. Berawal dari suara klakson nyaring dan panjang dari sebuah kendaraan berroda 18 disertai dengan decit ban menggesek aspal. Suara benturan itu bersumber dari dua buah obyek logam besar yang saling beradu. Walau dari lantai tujuh, suara itu masih terdengar nyaring. Para pekerja terkesiap dan langsung berlarian menuju jendela.

“Itu mobil James, kan?” tanya salah satu dari mereka.

“Susah memastikan dari sini,” jawab seseorang yang lain, “bentuknya parah sekali, remuk!”
Implikasi mengerikan dari apa yang baru saja terjadi muncul dalam kepala Jack seketika.

“Tidak! Jangan!” pikirnya. “Ini tidak mungkin!”

Sambil gemetaran, dia berlari menuju lift dan turun ke lantai dasar bersama beberapa rekan kerja lainnya. Beberapa di antara mereka menangis. Saat akhirnya mereka bergabung dengan kerumunan di tempat kejadian, Jack mendengar suara raungan sirine darurat. Setelah berhasil mencuri lihat dari kerumunan, Jack melihat bahwa kendaraan berat itu menghantam langsung mobil James, pengemudinya terlempar dan terkapar tak bergerak di atas aspal. James duduk di bangku belakang mobilnya, tak bergerak namun wajahnya yang berlumuran darah menunjukan ekspresi terkejut yang luar biasa. Jack tak bisa menyimpulkan apakah James masih hidup atau mati. Kendaraan berat itu menghantam tepat pada sisi pengemudi, tempat di mana Allie duduk. Ruang tempat Allie berada kini menjadi hanya sepertiganya. Kepala Allie hancur dan tubuhnya remuk.
Kerumunan itu tertegun demi melihat pemandangan mengerikan. Tangisan, jeritan, sirine; hanya itu yang mengisi rongga telinga Jack. Tanpa kembali ke gedung, Jack langsung menuju rumahnya. Sedih dan kemarahan hebat memenuhi dirinya.

Dia sampai di rumah dengan selamat dan langsung menuju komputernya. Di sana mesin itu berada, dia hendak menyalakannya namun merasa takut akan apa yang akan ia dapatkan. Benarkah dirinya bertanggungjawab atas kematian Allie? Keseluruhan rantai peristiwa yang berkaitan bermula darinya. Dia sadar dirinya patut disalahkan. Jack meraba tombol daya, namun menarik kembali tangannya. Akhirnya, setelah beberapa menit, keberanian datang juga. Jack menyalakan komputer. Layar berkedip sejenak, kemudian menghitam. Akhirnya, teks yang sudah tak lagi asing, muncul di layar.

“Tidak Jack, semua itu bukan salahmu. Aku tahu kau menyalahkan dirimu sendiri. Namun, semua orang akan pergi pada akhirnya. Beberapa di antara mereka hanya pergi lebih awal dari yang lain.”

Jack menatap layar. Dia benar-benar menahan keinginan untuk membanting monitor di depannya dengan susah payah.

Setelah beberapa saat, tulisan itu berganti dengan yang baru, “Jack, aku akan mengatakan sesuatu, dan aku benar-benar berharap kau mempertimbangkan segala yang akan kukatakan dengan sangat serius. Pikirmu, kau jatuh cinta kepada Allie. Kenyataannya adalah kau hanya ingin tidur dengannya. Maaf jika tidak sopan, namun terkadang akan jauh lebih mudah jika kita berterus terang. Jack, dia bukan orang yang tepat buatmu. Dia akan membuatmu sengsara. Kau memang nantinya akan mendapat keberanian untuk mengajaknya berkencan. Dia memang sebenarnya tertarik padamu. Dia pikir kau merupakan “proyek” yang bagus. Benar-benar menyedihkan, baginya, Jack, bukan bagimu. Aku ingin kau mengingat kembali segala hal yang pernah ia katakan padamu. Kenapa dia putus dengan pacarnya yang terakhir?”

“Karena Allie selingkuh,” gumam Jack di antara dengus nafasnya yang masih memburu.

“Karena dia selingkuh, jack. Hal sama yang akan dia lakukan padamu. Dia akan membuatmu bahagia selama sekitar dua bulan, dan mambuatmu sengsara selama empat tahun ke depan. Menyelinap diam-diam, menertawakanmu di belakang, menghamburkan uangmu. Saat akhirnya kau menyingkirkannya, kau sudah benar-benar hancur sehingga tidak memungkinkan untuk berhubungan dengan wanita lain. Ini kenyataaan, Jack. Aku bisa melihat semua kemungkinan di masa depan, semua yang tepat dan yang tidak. Kau telah melihat seperti apa dirinya, Jack, namun gairah di selangkanganmu membuat otakmu mati, membutakan logika sekaligus kenyataan yang sudah jelas. Bersama-sama, kau dan aku akan mampu menghindari bahaya semacam itu. Satu hal lagi, Jack, semua ini masih belum berakhir. Masih banyak lagi yang akan datang mengujimu.”

“Tidak! Bajingan kau! Kau yang membunuhnya!” Jack berteriak dan melempar monitor dari meja, hancur saat mendarat di atas lantai.

Jack nyaris tidak tidur malam itu, keesokan paginya dia tidak yakin akan pergi bekerja, namun penjelasan sebelumnya telah meredakan rasa penasarannya dan kemarahannya, karena beberapa alasan ikut mereda juga. Tidak ada pekerjaan yang rampung hari itu di kantor. Perusahaan mengundang konselor untuk saling berbagi rasa, berbagi pikiran. Mereka terisak dan saling berpelukan. Menurut kabar, James selamat dari kecelakaan, namun mengalami koma. Dokter mengatakan bahwa pada akhirnya James akan tersadar, namun tak seorang pun yang yakin hal itu akan terjadi.

Sorenya, Diego Salbara, sang kepala divisi, mendekati Jack. Diego merupakan orang yang blak-blakan, tanpa tedeng aling-aling, dia menawari posisi James kepada Jack. Secara teknis, hal itu hanya berupa promosi sementara, namun nampaknya James tidak bisa kembali dalam waktu dekat. Diego berjanji bahwa promosi itu akan menjadi permanen seiring waktu berlalu.

“Biar hal ini jadi rahasia kita berdua saja sementara waktu,” kata Diego. “Memang kelihatannya terburu-buru, tapi proyek Lancaster yang sedang dikerjakan James tidak bisa dihentikan. Penting sekali buat perusahaan. Aku butuh orang yang benar-benar kompeten, hal ini tidak bisa ditunda.”

Dengan tertegun, Jack menerima promosi jabatan itu. Dia pulang dengan perasaan campur aduk, tidak yakin harus merasa seperti apa. Dalam perjalanan pulang, dia mampir di toko elektronik dan membeli monitor baru. Dia sampai di rumah dan menyalakan komputer. Sekali lagi, teks itu muncul di layar.

“Jack! Aku ingin jadi yang pertama mengucapkan selamat padamu! Aku benar-benar bangga atas pencapaianmu.”

Jack hanya menatap layar.

“Jack, aku mohon maaf karena tidak mengenalkan diri padamu selama ini. Aku disebut sebagai Sang Peramal. Seperti yang kubilang, aku bisa melihat apa yang akan terjadi dan apa yang bisa terjadi. Sungguh bakat luar biasa, memang. Tapi, dengan segala kekuatan yang ku punya, aku masih tidak bisa melakukan segalanya secara fisik. Aku bisa memprediksi, aku bisa melihat, dan dengan usaha yang cukup, aku bahkan bisa berkomunikasi. Namun aku tak punya tubuh, hal itu merupakan sesuatu yang telah diambil dariku sejak lama sekali. Karena itulah aku membutuhkanmu, Jack. Aku secara gampangnya merupakan seniman, artis tentang manipulasi. Kau akan menjadi kuas, sekaligus kanvasku. Aku ingin kau bekerja bersamaku, Jack. Sangat sederhana. Kau hanya harus melakukan tugas sederhana dariku, dari waktu ke waktu.”

Rasa penasaran Jack semakin menghebat.

“Dan Jack, sebelum kau menjawab, aku ingin kau pahami beberapa hal. Pertama, aku tak akan pernah berbohong padamu. Kedua, aku takkan memintamu melakukan sesuatu yang, hematnya, salah atau illegal. Hal buruk memang akan muncul, terkadang orang akan meninggal. Namun pada akhirnya mereka akan pergi juga, bukan begitu, Jack? Dan hal buruk akan diimbangi dengan sesuatu yang baik terjadi padamu.”

Gagasan terakhir cukup membuat Jack tergoda, namun bagaimana juga, dia benar-benar berusaha untuk mematikan komputer. Sang Peramal benar. Semua orang akan meninggal suatu saat, kenapa tidak mengambil sebuah keuntungan darinya? Dan bagaimana tentang tidak pernah berbohong terhadap dirinya? Jika saat itu dia tahu Allie akan meninggal, dia tak akan pernah menyanggupi permintaan Sang Peramal. Namun semakin dia merenung, Jack sadar bahwa Sang Peramal memang tidak membohonginya hanya menahan informasi. Namun tetap saja, Jack tidak yakin untuk percaya begitu saja pada Sang Peramal.

“Bergabunglah denganku, Jack, kita akan membuat hal-hal luar biasa terjadi. Aku hanya memintamu untuk melakukan tugas kecil sederhana dari waktu ke waktu. Oh, namun hal-hal sepele ini memang punya konsekuensi besar! Segalanya akan dahsyat dan memesona, Jack, dan selalu ada imbalan untukmu. Itulah keindahan seni dariku, sebuah hal kecil menghasilkan sesuatu yang buruk dan baik. Satu hal terakhir, Jack, aku tahu kau tidak yakin dengan hal ini. Jika aku berhenti bicara sekarang, akan butuh waktu dua minggu bagimu untuk memutuskan. Namun kau tahu, Jack? Kau akan bergabung denganku. Tepat sekali, kau akan mengiyakan ajakanku. Jadi, daripada menunggu, kenapa tidak kau iyakan saja sekarang? Mari kita mulai, Jack. Dan saat semua ini berakhir, kau akan berterima kasih padaku. Aku janjikan hal itu.”

Jack mempertimbangkan semua perkataan Sang Peramal. Keraguan sebelumnya perlahan memudar. Dia terhenti sejenak, dan untuk pertama kalinya, dia meletakan jemarinya di atas keyboard dan merespon langsung pada Sang Peramal.

“Apa tugas yang kau berikan padaku selanjutnya?”

1 2Laman berikutnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

Alasan untuk Mematikan Adblock

Untuk dapat mengakses konten kami, silahkan terlebih dahulu mematikan plugin Adblock. Karena di beberapa fitur tidak dapat digunakan ketika anda menggunakan Adblock.